Sabtu, 24 September 2011

Pulang

Sibak-sibak mentari menatap dunia, pelan per pelan panasnya mengikis embun sedu di pagi ini. Hari ini 7 Oktober 1991 aku akan kembali ke daerahku. Sudah lima tahun aku tidak kembali ke Sekayu, rindu aku sungguh telah begitu rindu.

Sibak-sibak mentari menatap dunia, pelan per pelan panasnya mengikis embun sedu di pagi ini. Hari ini 7 Oktober 1991, aku akan segera melunaskan rinduku. Sudah lima tahun aku tak menginjak tanah kelahiranku, rindu sungguh aku telah begitu rindu.

O ya, mungkin sebagian dari kalian merasa asing dengan nama Sekayu, sebuah daerah yang terletak di Kabupaten Musi Banyuasin— sekaligus menjadi ibukota Kabupatenannya. Atau ada juga yang tadinya mungkin mengira-ngira, pasti Sekayu daerah Semarang itu? Bukan, bukan daerah Semarang.

O ya, mungkin sebagian dari kalian merasa tak asing dengan nama Sekayu, sebuah daerah yang terletak di Kabupaten Musi Banyuasin— sekaligus menjadi ibukota Kabupatenannya. Atau ada juga yang tadinya mungkin mengira-ngira, pasti Sekayu daerah Semarang itu? Bukan, bukan daerah Semarang.

Sekayu, daerah dimana aku dilahirkan adalah nama dari sebuah kecamatan yang kemudian menjadi ibukota kabupatenan dari Musi Banyuasin, sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten yang memiliki empatbelas kecamatan.

Sekayu, daerah dimana aku dilahirkan adalah nama dari sebuah kecamatan yang kemudian menjadi ibukota kabupatenan dari Musi Banyuasin— sebuah kabupaten yang terletak di antara 1, 3 derajat sampai dengan 4 derajat Lintang Selatan dan 103 derajat sampai dengan 105 derajat 40’ Bujur Timur. Memiliki luas wilayah 14. 265, 96 km2 atau sekitar 15 % dari luas provinsi Sumatera Selatan.

Sumatera Selatan, daerah di mana Kabupaten Musi Banyuasin dilahirkan… Akh, kurasa tak perlu kita terlalu jauh menyimpang. Hari ini aku akan pulang, aku telah terlalu rindu.

***
Beberapa tahun yang lalu ada sebuah kisah cinta yang tercipta di daerah itu. Beberapa tahun yang lalu ada sebuah kisah cinta yang tercipta di daerah Sekayu. Kisah cinta seorang remaja tanggung yang jatuh hati kepada seorang gadis yang bernama Mutiara, Tara panggilannya. Kisah cinta seorang remaja belia yang jatuh hati kepada seorang pemuda yang bernama Afsya Kemilau, Afsya panggilannya.

Bak gayung bersambut pucuk cinta ulam pun sampai, mereka rupanya sama rasa. Tara pun jatuh hati kepada pemuda tanggung itu. Bak gayung bersambut pucuk cinta ulam pun sampai, mereka rupanya rasa sama. Afsya pun jatuh hati kepada gadis belia itu.

Mereka menjalin kasih dengan akur, dengan cinta kasih. Seperti kekasih dilanda cinta pada umumnya, mereka sungguh sangat berbahagia. Mereka menjalin kasih dengan akur, dengan cinta kasih. Seperti kekasih dilanda cinta pada umumnya, mereka bersama hampir tujuh tahun dan mereka hampir akan menikah. Namun …

Semenjak bertemu orang Palembang itu, aku menjadi sangat rindu pada Sekayu. Aku menjadi sangat rindu pada seorang gadis yang bernama Tara. Wanita yang seharusnya telah aku nikahi enam tahun lalu.

Semenjak bertemu Somad, orang Palembang yang pandai bermain gitar dan menyanyi itu aku menjadi sangat rindu pada Sekayu. Aku menjadi sangat rindu pada seorang gadis yang bernama Tara. Wanita yang seharusnya telah aku nikahi enam tahun lalu.

Sebab kami sama-sama orang rantauan maka kami pun cepat akrab. Sebab aku dan Somad sama-sama orang rantauan maka kami pun cepat dekat. Ia memperdengarkan aku sebuah lagu yang katanya lagu daerah Musi Banyuasin kini. Ia memperdengarkan aku sebuah lagu yang berjudul Kuyung Jauh yang katanya telah menjadi lagu daerah Musi Banyuasin kini.
Sejujurnya aku merasa tersinggung. Sejujurnya lirik lagu itu halus menyindirku.

Lagu ini sudah lama tersebar di Sekayu? Aku bertanya. Lagu itu sudah lama tersebar di Sekayu, Somad menjawab. Waktu aku pergi dahulu lagu itu belum ada. Aku bertanya siapa penciptanya … Waktu aku akan pergi setahun lalu lagu itu sudah ada, tapi tidak tahu siapa penciptanya.

Dan, kemudian lagu inilah yang terus memukulku tiap waktu untuk segera menyelesaikan kuliah dan segera melamar Tara. Lagu inilah yang setiap hari selalu menghantui pikiranku. Mengingatkan aku pada janji yang harus segera aku tunaikan akan dirinya.

:

Ngape kuyung ninggalke dusun …
Nyubo mencari di tempat ughang
Kite’ bepisah be taon-taon …
Ape dag indu di sanak kadang
Di sanak kadang ...


Akan selalu ada rindu pada setiap kepergian. Akan selalu ada nyala pada setiap kehilangan. Dan, jarak kita apakah ia saling mengucap?(2)

Setelah sekian tahun kita berpisah, manalah mungkin aku tidak merindukan keluargaku? Setelah sekian tahun kita berpisah, manalah mungkin aku tidak merindukan dirimu? Setelah sekian tahun kita berpisah, manalah mungkin, Sayang …

Masih kecik mandi di Sungai
Batang tepian di tengah kampung
Amon cinto ngape nga laghai
Kapanke balek nag mangon kampung
Nag mangon kampung …


Setiap sore, menjelang senja matahari dengan cahaya keemasan berbinar menatap kita. Setiap sore, menjelang senja kita dengan tatapan berbinar menatap cahaya matahari keemasan. Aku dan kamu dan cintaku dan cintamu, selalu melakukan itu sebelum saling siram pada dinginnya Sungai Musi. Menghirup udara pepohonan, bersenda-gurau. Menatap dan mendengar gelak tawa ibu-ibu yang mencuci di atas batang tepian Sungai Musi. Kita berdua bersuka, bahagia bersama. Tapi, terkadang, kebersamaan itu seolah tak pernah berharga, hingga ketika kita benar-benar tak lagi bersama. Ketika itulah kita baru menyadari bahwa ada kasih sayang yang sesungguhnya benar-benar berharga.

Sanak jauh dulur pun jauh
Cuma ngunde badan sebatang
Amon kite’ samelah jauh
Atiku indu serte takenang
Serte takenang …


Kalau kita sama-sama jauh hatiku pun rindu juga terkenang. Aku terkenang manis masa-masa bersamamu. Kalau kita sama-sama jauh hatiku pun rindu juga terkenang. Setiap waktu bersamamu kurasakan wangi dalam hidupku, bagai lunas kesturi surga basah menyiram jiwaku.

Ingatlah musim Seluang mudik
Kite’ nangkul di pinggir Musi
Amon kuyung dag endak balek
Tandenye kuyung dag cinto lagi
Dag cinto Lagi ….


Aku, sekali pun kucoba berhenti tetaplah saja akan bermekar ingin ini. Aku, dalam derai-derai tapak langkahku. Air yang masih juga berkecipak lembut. Musim yang pergi akan selalu kembali. Aku di sini masih selalu menanti, bersabar dan menahan harap dalam dinding kerinduan yang terus bergaung, menggema ke seluruh penjuru pelosok-pelosok perkampungan hening jiwaku lewat lolongan dan erangan pemberontakannya.

Aku, sekali pun kucoba berhenti tetaplah saja bermekar ingin ini. Kucoba membujuk hati ini untuk bisa bersama-sama berenang mengikuti eratnya arus mengikat namun akhirnya tak bisa, aku tak bisa untuk sebuah harapan yang terus bergelolak membuncah merajai hatiku. Dengan semua kenyataan ini, maka tak perlu kau ragu lagi aku pasti kembali.

Malam ini, saat ini aku sungguh telah begitu lelah. Gerimis yang menari berguguran di luar terus saja membisiki batinku agar segera pergi ke peraduan tidur. Malam ini, saat ini aku sungguh telah begitu lelah. Dinginnya lembaran malam yang mendekapku di sini terus saja membisiki batinku agar segera pergi ke peraduan tidur.

Kutatap kering jam dinding yang tersenyum dengan sunggingnya yang terukir ke sudut kiri, sepertiga malam. Kutatap kerling jam dinding yang menggantung tepat di sudut atas tatapan bolamataku, sepertiga malam. Sepertiga malam dan bolamataku terasa sungguh sangat lelah, ingin segera kuhilangkan semua penat ini namun aku tak bisa. Aku tak bisa sebelum segala persiapan dan barang bawaan mudik ini selesai kurampungkan. Selesai kurampungkan saat ini, bilakah besok mungkin takkan sempat lagi. Harus kurampungkan saat ini, sebab aku harus segera meninggalkan kota ini sepagi mungkin.

***
Aku harus segera meninggalkan kota ini sepagi mungkin, menjumpai wanita yang mustinya aku nikahi enam tahun lalu. Aku harus segera meninggalkan kota ini sepagi mungkin, menuju tanah yang tak pernah aku tapaki semenjak lima tahun lalu.

Aku harus segera kembali ke Sekayu, sebab aku telah kehilangan banyak momen bersejarahku perihal daerahku. Aku harus segera kembali ke Sekayu tahun ini, sebab aku telah kehilangan banyak momen bersejarahku perihal daerahku. Aku harus segera kembali ke Sekayu bulan ini, sebab aku telah kehilangan banyak momen bersejarahku perihal daerahku. Aku harus segera kembali ke Sekayu minggu ini, sebab aku telah kehilangan banyak momen bersejarahku perihal daerahku. Aku harus segera kembali ke Sekayu hari ini, sebab aku telah kehilangan banyak momen bersejarahku perihal daerahku.

Aku harus segera kembali … Aku harus segera kembali ke Sekayu tahun ini. Harus segera kembali ke Sekayu bulan ini. Segera kembali ke Sekayu minggu ini. Kembali ke Sekayu hari ini. Ke Sekayu saat ini. Aku harus segera kembali ke Sekayu, secepatnya!

Aku harus segera kembali ke Sekayu. Segera aku harus kembali, sebab aku mencintai : keluargaku, kamu, dan tanah kelahiranku.***

(Sekayu, 21 Agustus – September 2011) Herdoni Syafriansyah
-hanya sebuah cerpen sebagai kado buat Musi Banyuasin tercinta, met ultah ya-

Catatan Kaki

1.Kalimat yang bercetak miring dalam cerpen di atas adalah merupakan penggalan-penggalan dari syair lagu Kuyung Jauh. Lagu tersebut merupakan lagu daerah khas Musi Banyuasin.

2.Diambil dari salah satu penggalan puisi Herdoni Syafriansyah yang berjudul Aku Sekedar –2. Berikut versi lengkapnya :

AKU SEKEDAR ( 2 )
:Nda

masihkah engkau di sana
menanti aku
bersama petik gitar yang
pernah kuajarkan

masihkah engkau hapal eja namaku
bersama rapal abjad yang
pernah kubariskan

ternyata pertemuan
hanya menghadirkan
kehilangan
sebab, perjumpaan
sekedar mula
kepergian

masihkah di sana rambutmu terayun, Nda
bersama angin yang terurai merengkuh
kenangan

akan selalu ada rindu
pada setiap kepergian
akan selalu ada nyala
dalam setiap kehilangan
dan, jarak kita apakah ia
saling mengucap

Nda, masihkah engkau
di sana nunggui aku
bersama sepiring rindu
yang nyala
sesudah waktu
terlampau jauh
dari
sepi

Sekayu, 23 Juli 2011


-
Herdoni Syafriansyah lahir di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, 7 Oktober 1991.
Ia adalah seorang muda pecinta sastra, penikmat kopi, dan penyuka pindang patin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar